Negara Pengekspor Pembantu

Seberapa sering Anda membaca atau melihat berita tentang TKW asal Indonesia yang disiksa atau berusaha kabur dari rumah majikannya di luar negeri? Cukup sering. Bukan satu dua kali kita membaca di koran atau melihat di televisi berita tentang TKW yang dipukuli, disundut rokok, disetrika, dan disiksa dengan berbagai macam perlakuan yang mengerikan lainnya oleh sang majikan. Anehnya, meskipun sudah sering diberitakan dan (katanya) ditanggapi oleh pemerintah, peristiwa ini masih terus terjadi.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang katanya disebut-sebut sebagai pahlawan devisa malah akhirnya terkesan hanya dieksploitasi oleh negara untuk mendapat pemasukan tanpa diimbangi dengan perlindungan yang menyeluruh. Beginikah nasib warga negara kita di negeri orang? Sungguh memprihatinkan.

Beginilah bila kita hanya bisa mengekspor pembantu ke luar negeri. Harusnya, sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, kita mampu menunjukkan kualitas dengan lebih banyak mengekspor tenaga kerja ahli dan tenaga profesional yang terampil ke luar negeri, bukannya hanya mengirim orang untuk dijadikan pembantu dan disiksa habis-habisan. Tapi, ingat, mengirim tenaga ahli bukan berarti menyerahkan tenaga ahli kepada negara asing. Seringkali, yang terjadi adalah para tenaga ahli yang sudah merasakan bekerja di luar negeri malah betah dan malas pulang lagi ke Indonesia. Sebagian malah lebih memilih untuk dinaturalisasi menjadi warga negara asing karena perlakuan yang mereka dapat di sana jauh lebih baik daripada yang mereka dapat di negeri sendiri. Semua ini jadi PR yang harus diselesaikan oleh pemerintah agar harkat dan martabat bangsa ini tidak diinjak-injak dan dianggap rendah oleh bangsa lain.

Selain ekspor sumber daya manusia, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah sektor ekspor komoditas. Pada tahun 2010, meskipun masih fluktuatif, tren ekspor RI memperlihatkan perkembangan yang cukup positif. Hal inilah yang diharapkan mampu lebih ditingkatkan lagi di tahun 2011 ini, sehingga Indonesia dapat kembali mendapat tempat di kancah ekonomi dunia.

Usaha peningkatan nilai ekspor ini tampaknya ditanggapi positif oleh PT. SIER-PIER dengan pengembangan kawasan Pasuruan lndustrial Estate Rembang (PIER) seluas 518 Ha dan berlokasi 60 km dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang dihubungkan dengan jalan tol. Dalam kawasan ini sendiri nantinya selain kawasan industri akan terintegrasi juga kawasan berikat seluas 50 Ha yang dikonsentrasikan untuk mendukung aktivitas ekspor. Kawasan inilah yang akan menjadi suatu area di PIER dengan batas-batas tertentu dalam wilayah Bea Cukai yang menawarkan berbagai keuntungan untuk para pelaku ekspor sebagai penggunanya.

Kesiapan PT. SIER-PIER yang juga mengelola kawasan Surabaya lndustrial Estate Rungkut dan Sidoarjo lndustrial Estate Berbek ini untuk meningkatkan aktivitas ekspor didukung pula dengan  pelayanan yang professional dengan berlandaskan pada etika yang berdasar pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Infrastruktur pendukung seperti pusat pengolahan air limbah, pembuangan sampah, keamanan, pemadam kebakaran, PLN, gas, jaringan telepon, bank, masjid, serta kontraktor dan juga sarana pendukung bisnis seperti WISMA SIER (bangunan ruang kantor), pom bahan bakar, industri bahan baker, industri air, Total jasa logistic, Club house, pusat medis SIER, restoran & fasilitas olahraga, serta pintu keluar media pun telah disiapkan untuk memperlancar kelangsungan bisnis para stakeholder.

Langkah-langkah dari PT. SIER-PIER ini patutlah kita apresiasi lebih. Semoga saja dengan langkah ini, Indonesia semakin dikenal sebagai salah satu negara yang berperan penting dalam perekonomian dunia, bukan hanya pengekspor pembantu! (*)

Negara Pengekspor Pembantu

2 pemikiran pada “Negara Pengekspor Pembantu

  1. Memprihatinkan memang. Baiknya pemerintah menciptakan lapangan kerja . Walau pun gajinya sedikit di bawah dari pada upah di negeri sana, mungkin masih mending bagi mereka. Gaji memang tinggi tapi rawan dan jauh dari keluarga dan rumah tangganya.

    Suka

    1. ya, memang jauh dari keluarga sih bang (krn tidak lagi mau dipanggil om), tp entah mengapa yg namanya himpitan ekonomi & iming2 gaji tinggi jauh lebih menggiurkan. yg saya heran, kok ya masih aja mau jd tkw/ tki, wong sdh bnyk ceritanya yg disiksa, diapa2in. wong ya di luar negeri kerjanya ya jadi pembantu. di iklan baris koran sy liat masih bnyk jg lho yg msang iklan lowongan pembantu. kira2, mslh sbnrnya apa ya bang?

      Suka

Tinggalkan komentar