Punakawan Dadi Ratu (Surat untuk Jokowi)

Dulu, waktu segenap penduduk Indonesia Raya masih heboh-hebohnya gontok-gontokan karena adu jagoan menjelang pilpres, pernah ada sebuah lomba yang bertajuk “Surat untuk Jokowi”. Namanya saja sudah cukup jelas menggambarkan isinya. Saya pun termasuk dari salah satu peserta yang juga meramaikan gelaran tersebut dengan ikut berpartisipasi menulis surat (dengan harapan mendapat hadiah tentu). Meskipun gagal jadi pemenang (masuk sekian besar pun tidak), paling tidak saya merasa isi surat saya sebenarnya tetap relevan buat dibaca-baca Pak Jokowi. Jadi daripada cuma mangkrak di harddisk, lebih baik saya tampilkan sekalian di sini. Siapa tahu eh siapa tahu Pak Jokowi iseng-iseng buka blog ini, Hehehe…

Yah, meskipun akhirnya kebijakan menaikkan harga BBM tetap bikin gigit jari banyak masyarakat, mudah-mudahan sisa waktu pemerintahan yang masih panjang sekali ini bisa dipakai Pak Jokowi untuk membuktikan keberpihakan dan itikad baiknya terhadap kebajikan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, terutama para wong cilik. Semoga beliau tetap jadi ratu punakawan yang tidak pernah lupa pada akar rumput darimana ia berasal. Semoga…

Jadi, tanpa berpanjang-panjang lagi, ini dia surat saya untuk Pak Jokowi. Selamat membaca.

Pak Jokowi yang baik…

 

Saya mau cerita sedikit. Suatu sore, saya sedang bersantai sambil browsing saat ibu yang sedang numpang rebahan di kamar saya tiba-tiba nyeletuk, “Jokowi ini mirip sama Obama ya?” Layar laptop saya kebetulan sedang menampilkan foto Pak Jokowi (saya sedang baca-baca profil Bapak). “Mirip dari mananya?” sontak saya terheran-heran menyahut. “Obama kan juga gitu mukanya, agak-agak ndeso gitu,” tukas beliau. Saya melongo sejenak sebelum akhirnya menggumam “Oo..” sambil mesam-mesem sendiri. Saya diam-diam mbatin, jangan-jangan ibu saya juga mengira kalau Obama kulitnya hitam begitu karena kebanyakan main layangan di sawah waktu kecil. Hehehe…

 

Tapi, Bapak jangan tersinggung dulu. Ibu saya memang agak lugu soal beberapa hal. Bagaimanapun, celetukan beliau justru seakan menyiratkan pandangan masyarakat awam mengenai Bapak; bahwa sosok Pak Jokowi mewakili gambaran rakyat kecil di negeri ini. Jokowi adalah rakyat, wong cilik. Maka, tak heran jika ibu saya yang cuma tamatan SD serta lahir dan besar di desa  tanpa segan-segan menjuluki Pak Jokowi (juga Obama) sebagai “muka ndeso”.

 

Saya agaknya jadi teringat dengan punakawan. Dalam cerita pewayangan, kita mengenal tokoh-tokoh kesatria yang mewakili kebajikan seperti Sri Rama, lima bersaudara Pandawa, dsb. Mereka adalah figur bangsawan kerajaan yang kerap digambarkan dengan ciri personifikasi yang serba indah: badan tegap, otot lencir, tutur dan perangai halus, dsb. Sosok wanitanya pun tampil molek jelita serta halus lembut perilakunya. Sebaliknya, ciri-ciri yang seram sering digambarkan mewakili kejahatan. Raksasa atau buta kental dengan sosok bermata besar melotot, mulut yang menyerupai moncong dengan geligi bertaring, dsb. Tetapi, ada pula punakawan, yaitu figur yang mewakili rakyat jelata –dalam cerita yang istanasentris, mereka jadi batur atau abdi kerajaan. Mereka ini istimewa, sebab meskipun wujud mereka buruk rupa, hati mereka sesungguhnya luhur dan arif bijaksana. Jalma tan kena kinira, hati mereka tak dapat dikira hanya dari tampilan fisiknya yang jelek. Mereka, punakawan inilah, yang mewakili kebaikan kaum jelata, rakyat kecil.

 

Ah, saya bukannya hendak menuturi Bapak tentang pewayangan. Saya toh cuma anak kemarin sore, generasi ’90-an yang sudah termakan modernisasi dan lebih tahan nonton YouTube daripada pagelaran wayang. Saya cuma tahu sedikit saja. Bapak yang orang jawa tentu lebih paham. Justru, karena lebih paham itulah, Bapak saya yakini bisa lebih menghayati dan memaknai konsep tersebut.

 

Kalau digubah dalam cerita wayang, kisah Bapak laksana lakon dengan judul “Punakawan Dadi Ratu”. Rakyat jelata yang muncul jadi sosok pemimpin. Meski telah jadi Ratu, saya, bersama segenap rakyat lain, berharap Bapak tidak lantas lupa diri dan gila kekuasaan, tetapi tetap memegang teguh kesederhanaan dan kerendahan hati seorang punakawan. Jalankanlah roda kepemimpinan Bapak dengan kebijaksanaan dan kearifan, sambil tetap eling lan waspada. Sebab, saya tahu betapa susahnya bertahan jadi orang baik di tengah kancah perpolitikan yang penuh gempuran sana-sini.

 

Pak Jokowi yang baik…

 

Barangkali sekarang negeri kita sedang menjalani babak goro-goro. Situasi politik semakin keruh, kesatuan dan persatuan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika semakin terancam sebab rakyat terus-terusan dihasut dan dihujani dengan propaganda politik yang kotor dan dengan mudahnya diumbar dalam berbagai media. Maka, Pak Jokowi, tampillah jadi seorang punakawan yang menghibur hati rakyat. Tetapi, jangan hanya jadi pelipur lara pascatrauma, tampillah sebagai yang menghentikan goro-goro itu sendiri.

 

Pak Jokowi yang baik…

 

Kepercayaan dan dukungan rakyat telah mengantarkan Bapak menuju tahta sebagai seorang Ratu. Janganlah sebagai Ratu Bapak sampai lupa siapakah yang semestinya Bapak perjuangkan. Jadilah punakawan yang senantiasa menyampaikan suara amanat rakyat, sekaligus “suara” Tuhan yang mengajarkan kebaikan.

 

Dalam kehidupan, kita memang sering terkagum-kagum oleh sosok kesatria. Merekalah figur yang kita pandang saat bicara tentang sosok role model. Tetapi, pada akhirnya, sosok punakawanlah yang selalu memikat dan lekat di hati kebanyakan kita. Sebab, punakawan adalah kita dan kita adalah rakyat. Selamat memperjuangkan kebaikan, Pak Jokowi. Rakyat senantiasa bersama Bapak.

 

 

 

Salam,

 

Akh. Imron Fauzi

Punakawan Dadi Ratu (Surat untuk Jokowi)